Responsive Banner design
Home » , » Fatwa ulama tentang JamaAh tabligh

Fatwa ulama tentang JamaAh tabligh

FATWA PARA ULAMA TENTANG JAMA'AH TABLIGH.


* Berbagai dukungan (pro) dan contra mewarnai sebuah gerakan dakwah yang di kenal dengan Jama’ah Tabligh. Informasi yang sampai terkadang kurang maximal dan terkesan berat sebelah. Ada yang terlalu pro dan ada pula yang contra secara berlebihan. kritik boleh, namun melontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak pada tempatnya, juga bukan bagian dari manhaj Salaf yang mulia ini.
* Jama’ah Tabligh sejatinya hanyalah penamaan untuk mewakili aktivitas mereka dalam menyampaikan risalah Islam sesuai dengan versi dan gaya mereka yang kultural. Dengan cara mengutus dan mengirim rombongan-rombongan jama'ah dakwah ke berbagai tempat dan daerah, bahkan lintas negara. aktivitas dakwah Jama’ah Tabligh berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sampai saat ini.
* Saat ini sesama umat islam bahkan lebih menonjolkan sikap ego dan tidak mau peduli dengan kondisi yang sebenarnya, atau bahkan hanya menikmati yang "buruk-buruknya" saja. maka tersebarlah sangkaan buruk (suuzon) dan berbagai tuduhan hingga memecah belah umat Islam. Umat Islam yang tadinya diharapkan saling membahu (At-ta’awun bil birri wattaqwa) malah menjadi umat yang terus diadu domba dan dipecah belah oleh musuh-musuh Islam yang tidak suka apabila umat ini bersatu.
* Kalau selama ini kita hanya di jejali (di paksa) dengan opini negatif tentang jama'ah tabligh, kini saya akan hatur sajikan kepada tuan-tuan sekalian beberapa fatwa Ulama besar Salafi tentang Jama'ah Tabligh.
(1). SYAIKH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ.
Dalam fatwa Lajnah Da'imah, Fatwa nomor 620, halaman 237.
Pertanyaan: Di dunia Islam sekarang terdapat banyak kelompok dan tarikat-tarikat sufi, seperti Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Assiniyyin. Manakah jama’ah (kelompok) yang benar-benar menerapkan Kitabullah dan Sunnah Rasul?
Jawaban: Secara global, semua kelompok tersebut dan kelompok yang lainnya mempunyai kesalahan dan kebenaran, engkau harus bekerjasama dengan kelompok tersebut dalam hal-hal yang benar dan menjauhi hal-hal yang salah di samping tetap menasehati dan bekerjasama dalam kebaikan dan ketakwaan.
( Kumpulan Fatwa Komite Tetap Riset Ilmiyah dan Fatwa, Jilid 3: Akidah, terbitan Darul ‘Ashimah, Riyadh, Kerajaan Arab Saudi )
(2). SYAIKH SHALIH AL-MUGHOMSI.
Beliau berkata,
" Dakwah ilallah adalah sesuatu yang dinisbatkan kepada para nabi dan jalannya orang-orang shalih. Jika seseorang mengajak kepada Tauhid dan mengajak kepada sunnah Rasulullah ﷺ, dan mengajak masuk islam bagi orang-orang non-muslim ataupun mengajak kepada keistiqamahan dalam agama dan meninggalkan maksiyat bagi yang sudah beragama Islam, maka semuanya ini adalah kebaikan yang agung.
Tidaklah hal yang demikian (dakwah) kecuali memerlukan dalil karena dakwah ini adalah ajaran agama yang dibawa oleh Rasul kita ﷺ , dan mengenai adanya kelompok-kelompok dan saya tidak terlalu membahas mengenai itu. Intinya, tidaklah masalah apabila seseorang keluar (khuruj) bersama siapapun yang berdakwah ilallah ‘ala bashirah. Dan Allah memberikan hidayah kepada banyak manusia dengan perantaraan ahli dakwah ini, dan rasanya sulit bagi seseorang untuk mengikuti perjuangan mereka dalam berkonstribusi terhadap umat.
(3). SYAIKH DR.MUHAMMAD AL-'ARIFI.
Beliau -Hafizhahullah- berkata,
Jamaah tabligh adalah jamaah yang sangat bersemangat dalam mengajak kepada Allah dan mereka sangat berani dalam dakwah, banyak diantara mereka yang berdakwah di diskotik-diskotik, club malam dan di tempat-tempat maksiat , dan banyak manusia yang terkesan dengan dakwah mereka. Dan terkadang mereka mendatangi rumah-rumah masyarakat dan mengingatkan manusia kepada nasehat agama, dan saya setuju bahwa mereka sangat bersemangat berdakwah.
Dan tidaklah mengapa keluar (khuruj) bersama mereka akan tetapi wajib bagi siapa yang keluar berdakwah bersama mereka agar menuntut ilmu syar’i, begitu juga bagi diri Jama’ah Tabligh sendiri, harus tetap memperhatikan akidah yang shahih, dan tetap mengingkari perkara-perkara yang keliru dalam akidah jika memang terdapat pada seorang personal, seperti mengelili kuburan, membangun masjid di atas kuburan, atau berdo’a kepada selain Allah. Dan hal yang penting juga, wajib bagi siapapun agar tidak berbicara apapun kecuali dengan kapasitas ilmu. Dan Insya Allah mereka (Jama’ah Tabligh) berada dalam kebaikan.
Silahkan dengar:
https://www.youtube.com/watch?v=VejFMPYL_kU ]
(4). SYAIKH MUHAMMAD HASSAN AL-MISHRI.
Ada pertanyaan yang disampaikan pada beliau:
" Wahai Syaikh, di negara kami Tunisia, ada Jama’ah Tabligh. Mereka mengatakan bahwa Nabi hidup dan berjalan di India, mereka berkata bahwa Khuruj itu wajib dan siapa yang tidak khuruj maka berdosa, dan saya membaca pendapat Syaikh Al-Albani bahwa Kitab Hayatus Sahabah terdapat riwayat hadits yang munkar. Saya berharap penjelasan Syaikh yang lengkap tentang jama’ah ini.
Beliau menjawab,
" Sesungguhnya Allah telah memberikan mereka (Jama’ah Tabligh) banyak manfaat, dan betapa banyak ahli maksiat yang bertaubat melalui perantaraan dakwah mereka, orang-orang yang mulia ini.
Walaupun begitu, bukan berarti saya berlepas diri dari kesalahan-kesalahan dan kekurangan yang terjadi, akan tetapi telah terjalin hubungan ukhuwah dan kasih sayang diantara kami (dengan Jama’ah Tabligh) dan wajib bagi kami untuk senantiasa memberikan nasehat kepada saudara-saudara kami dan selain mereka jika terjadi kesalahan pada salah seorang diantara mereka.
Dan saya tidak menyukai sikap menggeneralisasi (at-ta’mim) dalam menghukum sesuatu, namun jika terjadi kesalahan daripada mereka atau selain mereka dalam kesalahan yang bersifat syar’i, maka wajib bagi siapapun dari saudara kita agar mengingatkan dengan hikmah dan adab.
Dan saya telah mendapatkan jawaban tentang masalah ini dengan terheran-heran ketika saya mendengar dengan kedua telinga kepala saya ini sendiri dari perkataan Syaikh Utsaimin (rahimahullah) tentang saudara kita di Jama’ah Dakwah Tabligh. Syaikh Utsaimin berbicara dengan suatu ucapan yang demi Rabb Ka’bah telah membuat saya menangis karena keadilan dan kebijaksanaan Syaikh Utsaimin dalam masalah ini. Beliau katakan: Ikhwah kita dari jama’ah banyak memberikan manfaat kepada umat. Namun jika ada perkataan yang keliru yang keluar daripada mereka, wajib bagi kami (ulama) memperingatkan mereka dengan dalil dan kami jelaskan kebenaran ke atas mereka. Dan jika salah seorang dari mereka mengerjakan perbuatan yang salah atau selain mereka, kami akan jelaskan kepada mereka dengan dalil dari AlQuran dan Sunnah.
Tentang Saudara kami yang berkeyakinan khuruj 40 hari itu suatu kewajiban, maka ini tidak ada dalam sunnah. Namun jika ia melakukan khuruj pada hari-hari tertentu dengan masa tertentu dengan niat islah diri dari fitnah dunia, atau dalam rangka belajar sunnah nabawi dalam perkara makan, minum, tidur atau dalam rangka membentuk hati agar condong ke masjid, atau khuruj dalam rangka dakwah Ilallah dengan syarat si Muballigh faham dengan AlQuran dan Sunnah, atau dalam rangka membuat majelis yang membicarakan kebesaran Allah dan mengenai RasulNya, maka ini perkara yang indah, dengan syarat penentuan batas waktu-waktu itu (misal 40 hari) tidaklah bermaksud menjadikan itu bentuk syariat, tapi itu hanyalah semacam tartib (manajemen) waktu sebagaimana kita juga mengatur pekerjaan-pekerjaan kita sehari-hari.
Saya juga menasehati jika memang ada statement yang menyatakan Nabi ﷺ hidup dan berjalan di India, maka ini muncul karena pengaruh lingkungan yang tidak baik. Setahu kami, saudara kami yang berafiliasi dengan Tabligh di Arab Saudi dan Haramain (Makkah-Madinah) bahwa akidah mereka adalah akidah Salafiyah, kecuali yang menolak. Sebagaimana saya katakan tadi bahwa saya tidak suka menggeneralisir dalam menghukum sesuatu, ini prinsip saya. Intinya, jika memang ada kesalahan dari mereka (jama’ah) baik perkataan atau perbuatan, wajib bagi kami (ulama) menjelaskan kepada mereka petunjuk dari AlQuran dan Sunnah.
Satu hal yang juga penting kami katakan bahwa Kitab Hayatus Sahabah adalah kitab yang sangat indah! Saya pribadi mengambil manfaat darinya, namun bukan berarti saya katakan seluruh riwayat di dalamnya shahih, tetapi kitab ini perlu ditahqiq (diteliti) agar jelas mana hadits yan shahih dan yang dho’if. Saya pribadi berkeinginan ada yang mentahqiq kitab yang bermanfaat ini, dan ini usaha yang baik sekali dalam rangka sumbangsih terhadap dakwah dan agama Islam.
Silahkan dengar:
https://www.youtube.com/watch?v=_o4u2isdnK4
-Selesai-
Perbedaan dalam memahami syariat agama Islam yang lurus ini pasti terjadi setelah meninggalnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seiring dengan banyaknya peristiwa yang tidak ada pada masa beliau masih hidup.
Allah Ta’ala telah menuntun kita dalam menyikapi sebuah perbedaan yakni dengan mengembalikan semuanya kepada Al-Qur`an dan hadits seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa`: 59)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga pernah bersabda, “Aku telah meninggalkan dua perkara yang mana kalian tidak akan pernah tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yakni Kitabullah (Al-Qur`an) dan sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik)
Ayat dan hadits di atas secara gamblang menyatakan bahwa dalil utama dalam urusan agama adalah Al-Qur`an dan hadits. Perbedaan pendapat dalam memahami teks ayat dan hadits juga biasa terjadi di kalangan ulama sehingga lahirlah beragam madzhab fikih seperti mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Para ulama tersebut sangat menghormati ulama lain yang berbeda pendapat dengan mereka dan tidak fanatik terhadap pendapat pribadi. Sikap fanatik yang berlebihan berasal dari pengikut ulama tersebut sehingga sampai pada tingkatan memalsukan hadits untuk membenarkan mazhabnya.
Allahul Musta'an_

0 comments:

Post a Comment